Menanti Kelahiran Anak Pertama
Bayi yang dinanti-nantikan Sumber Daisy Laparra, Pexels.com |
Hari demi hari, kelahiran anak pertama kami, ditunggu dengan hati tak keruan, was-was, gelisah, berdebar-debar disertai dengan untaian do’a yang mengiringi. O, iya menginjak usia kehamilan 8 bulan, saya mulai rajin minum air kelapa, yang manfaatnya antara lain agar kulit bayi bersih, dan juga mendorong mempercepat proses kelahiran, Wallahu ‘alam.
Jadual konsultasi ke dokter kandungan sudah 1
minggu sekali, karena sudah makin mendekati hari kelahiran sang jabang
bayi. Namun, ternyata masih belum ada
reaksi, berupa kontraksi di rahim yang saya rasakan.
Pada saat konsultasi dokter dijelaskan, bahwa
jika usia kehamilan sudah memasuki ke-41 minggu, maka air ketuban akan berubah
menjadi agak keruh. Hal ini tidak baik
bagi kesehatan sang bayi di dalam kandungan.
Maka, jika masih tidak ada kontraksi juga, jalan keluar yang paling
akhir sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur) akan dilakukan operasi caesar. Bagi kami, saya dan suami, keselamatan, serta
kesehatan bayi dan saya sendiri adalah hal yang diutamakan, tentunya dengan penanganan
sesuai standar kedokteran.
Kontraksi
Sehari sebelum melahirkan, pada saat menjelang
Maghrib, saya merasakan kontraksi dalam waktu 5 menit sekali. Kami berdua, saya dan asisten rumah tangga,
agak bingung dan khawatir, karena hanya berdua di rumah. Alhamdulillah, suami segera tiba di rumah,
dan kami pun segera ke rumah sakit dengan segera, dan membawa tas besar yang
berisi perlengkapan saya dan bayi saya jika sudah lahir kelak.
Ternyata, ketika sampai di rumah sakit,
pembukaannya masih satu, dan saya pun dijalankan untuk berjalan-jalan. Saya pun berjalan-jalan, serta naik-turun
tangga di rumah sakit ditemani oleh suami yang selalu siaga. Sampai esok harinya pun, pembukaan masih
tetap satu. Ketika dokter kandungan yang
juga salah satu pemilik rumah sakit, memeriksa saya, beliau mengatakan, kita
tunggu sampai jam 9 malam. Jika sampai
jam tersebut masih belum ada perkembangan pembukaan, maka akan dioperasi jam 9
malam.
Persiapan operasi caesar
O, iya, melahirkan normal dilakukan, jika sudah
mencapai pembukaan 10. Setelah menunggu,
dan setelah dicek oleh bidan beberapa kali, ternyata pembukaan masih satu, dan
juga dilakukan salah satu tindakan untuk mendorong kontraksi, tetapi tidak ada
kemajuan. Maka mulailah persiapan untuk
operasi caesar, cek kesehatan jantung, dan beberapa cek pendukung lainnya.
Pelaksanaan operasi caesar dan lahirnya puteri pertama yang cantik
Memasuki kamar operasi dengan menggunakan baju
operasi dan didorong menggunakan kursi roda, saya merasa deg-degan dan terus
melafalkan zikir, supaya operasi berjalan lancar. Tentunya semua ibu menginginkan anak yang
dilahirkan sehat, lengkap, dan selamat.
Kursi roda didorong menuju sebuah tempat tidur di ruang operasi bercat
putih yang cukup luas. Diatas tempat
tidur ada sebuah lampu yang cukup besar.
Sebelum memulai operasi, saya diminta untuk
membungkukkan badan mencium lutut oleh dokter anestesi (dokter bius) yang
kemudian menyuntik obat bius sebanyak 3 kali di daerah tulang belakang. Sambil disuntik, seorang perawat menyentuh
kaki saya dan menanyakan, apakah saya merasakan sentuhannya tersebut. Dan pertanyaan tersebut diulang sebanyak 3
kali, sesuai jumlah suntikan. Pada
suntikan ke-3, saya sudah merasakan kebal atau baal pada sebagian tubuh saya.
Setelah itu, tangan saya yang sudah berbaring
di tempat tidur operasi, dihubungkan ke alat pengukur tekanan darah yang selalu
terpasang sampai dengan pelaksanaan operasi.
Beberapa dokter sudah berkumpul mengelilingi saya, seperti dokter
kandungan yang biasa memeriksa kandungan, dokter jantung, dokter anestesi,
dokter anak, dan perawat.
Mungkin untuk meredakan ketegangan yang saya
rasakan, dokter kandungan mengajak tim dokter lainnya, yuk, kita ngopi
dulu! Sempat terfikir, koq, mau operasi,
pada ngopi, sih? He he he. Di kemudian
hari, terfikir oleh saya, hal itu dilakukan, agar ibu yang akan di operasi
merasa lebih santai, tidak stress.
Saatnya operasi pada pukul 21.15, saya sudah
dikelilingi oleh tim dokter yang akan mengoperasi. Pada saat itu saya berdo’a,’Bismillahirrahmanirraahim,
yaa Allah, saya tawakkal dengan apapun hasil operasi caesar ini. Hanya ada 2 kemungkinan dari operasi hidup
atau mati. Apapun hasilnya, saya pasrah yaa
Allah, Aamiin Yaa Rab.” Kepasrahan itu
pulalah yang mungkin membuat tekanan darah saya tetap stabil, sehingga operasi
berjalan lancar.
O, iya, ternyata ada jendela kaca di ruang
operasi, dimana suami dapat melihat ke dalam ruang operasi, hal ini juga turut
menenangkan saya dalam menjalani operasi caesar. Tidak berapa lama operasi, anak saya pun
Selama operasi, pandangan saya ditutupi oleh
kain hijau yang membatasi pandangan saya ke dokter-dokter yang sedang membantu
proses kelahiran anak tercinta. Tidak
lama menunggu, dokter menyatakan,”Alhamdulillah Bu, puterinya sudah lahir,
cantik!”
Segera setelah lahir, wajah puteri saya didekatkan
ke wajah saya. Wajahnya sangat bulat,
lucu sekali! Kulitnya sangat bersih dan
cerah, Alhamdulillah yaa Allah! Segala
puji bagi-Mu, yaa Allah! Perawat bilang,”Bayinya
sempurna dan lengkap, Bu.” Tidak lama
kemudian bayi mungil itu pun dibawa oleh perawat untuk dibersihkan, serta lendir
dikeluarkan dari jalan pernapasannya. Tak lama kemudian, terdengar suara perawat,”Ayahnya
mana? Mau diazankan nih!”
Segera setelah sang puteri cantik lahir, saya
pun tidur, walaupun operasi caesar masih berjalan. “Yah, saya mau tunggu apalagi? Toh, puteri cantik yang dinanti, telah lahir
dengan sempurna dan lengkap?
Alhamdulillah.”
Beberapa peristiwa yang terjadi setelah operasi caesar
Terbangun saya, ketika sudah dipindahkan di
ruang pemulihan. Tetapi, mengapa saya
hanya dapat melihat setengah dari jam dinding ya ada di hadapan? Ternyata mata sebelah kanan saya mengalami
kebengkakan!
“O, Ibu alergi obat!” kata perawat tersebut. Tidak lama, ia menyuntikkan obat pada selang
infus yang terhubung dengan tangan saya.
Setelah itu saya pun, tertidur kembali.
Kembali terbangun, saya sudah berada di ruang
perawatan. Namun, koq, perut saya tetap
besar? Padahal saya belum makan atau
minum apapun, hanya diizinkan air yang dioleskan ke bibir! Padahal, saat itu perut saya sangat lapar,
lho! Rasanya, wow banget! Lapar, tetapi tidak boleh makan atau pun minum! Saya
hanya boleh makan atau minum, hanya jika saya sudah ‘kentut’! Disitulah, saya merasa ‘kentut’ itu berharga
mahal, kalau bisa dibeli, maka saya akan beli ‘kentut’!
Ketika saya tanyakan, mengapa perut saya makin
membesar ke perawat. Perawat tersebut
malah menayakan,”Lho, kenapa perut Ibu makin membesar?”
‘Apakah karena maag yang saya derita, sus?” tanya
saya kembali. Tak lama kemudian, perawat
tersebut menyuntikan obat kepada tangan saya.
Hal ini akhirnya membuat perut saya terasa mulas dan terasa melilit daaan
ketika akhirnya bisa melakukan buang air besar, saya pun menjadi lega. Sampai saat ini, saya masih belum bertemu
dengan puteri yang telah saya lahirkan.
Karena mengalami kembung, maka pemberian ASI
(Air Susu Ibu) ke bayi saya pun menjadi terganggu, akibatnya payudara mengalami
pembengkakan. Hal ini mengakibatkan rasa
sakit kepala yang tak tertahankan.
Karena tak tertahankan rasa sakitnya, saya pun menangis dan berteriak,
kepala serasa ditarik-tarik. Ya Allah,
sakitnya!
Ibu saya yang sedang menemani, memanggil
perawat, karena saya merasa sangat kesakitan.
Akhirnya perawat mengajarkan untuk memassage atau memijat payudara
dengan menggunakan ‘baby oil’, agar
tidak terlalu bengkak, dan puteri saya pun didekatkan untuk diberikan ASI. Bengkak
pada payudara terjadi, karena ASI tidak dapat mengalir secara lancar.
Memberikan ASI untuk pertama kali
Rasanya tak tergambarkan, ketika memberikan
puteri saya ASI pertama kali, antara takjub dan menahan rasa sakit! Takjub, akhirnya saya dapat memiliki seorang
bayi yang cantik dan lucu! Tidak
menyangka, saya akhirnya dapat memiliki bayi yang cantik, mungil dan lucu! Alhamdulillah!
#Blogjadibuku
#Day6
0 Comments