Menyambut kehamilan anak pertama
Anak yang didambakan Sumber: Cheryl Holt, Pixabay.com |
Setelah menikah, biasanya pasangan pengantin
baru akan menanti-nantikan sang jabang bayi yang akan mengisi hari-hari
mereka. Sang jabang bayi, bukan hanya
ditunggu oleh pasangan pengantin baru, juga ditunggu oleh calon kakek dan neneknya,
baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu. Bayi inilah yang kelak akan menjadi penerus
nama keluarga besar mereka.
Alhamdulillah tidak perlu menunggu lama,
sebulan setelah menikah, saya positif hamil anak pertama. Dari mana saya tahu, bahwa sedang hamil? Sebenarnya, sih, saya tidak tahu sedang
hamil, karena sedang sibuk mengantar undangan pernikahan adik saya yang akan
menikah. Yup, adik saya menikah, sebulan
setelah saya menikah. Ada sebagian masyarakat yang melarang pernikahan dua saudara
dalam waktu berdekatan, namun tidak bagi keluarga kami.
Sayangnya, esok hari setelah mengantar beberapa undangan, saya mengalami flek darah merah, tidak banyak, sih, tetapi cukup
mengkahwatirkan. Karena suami sudah berpengalaman mengurus kakak-kakak
perempuannya yang hamil atau pun sakit, dengan sigap ia mengantarkan saya ke
dokter kandungan terdekat. Setelah di
cek ke dokter kandungan langganan kakaknya, di dapat kesimpulan, Alhamdulillah
ternyata saya hamil!
Alhamdulillah saya dan suami sangat senang
mendengar kabar tersebut, kami tak harus lama menunggu sang jabang bayi. Hal ini mengingat usia saya yang sudah 29
tahun, dan usia suami yang 33 tahun, jadi kami tak mau lama-lama menunggu
kehadiran buah hati kami. Sebenarnya
kami sudah merasa lengang tinggal di rumah yang hanya dihuni berdua ini,
Alhamdulillah Allah memberikan jawaban dengan segera.
Sebenarnya seminggu sebelumnya suami pernah
berkata, nggak apa-apa ‘kan kalau kita belum
punya anak segera? (Hal ini karena suami
khawatir, jika adik saya yang memiliki anak terlebih dahulu). Allah Maha Pemberi Jawaban yang tidak
mengkhawatirkan, Alhamdulillah.
O, iya sebelum menikah, saya terobsesi dengan
tante bungsu saya yang menikah pada usia 30 tahun dan langsung memiliki anak 3
orang, putera dan puteri di usianya yang ke-35 tahun. Mungkin do’a tersebut juga yang terangkai
secara tak sadar, bahwa saya ingin setelah menikah punya anak 3 orang, dan
melahirkan anak terakhir di usia 35 tahun.
1. Masa
kehamilan yang membingungkan
Pada saat sebelum hamil, saya dan suami selalu dengan senang
hati bekerjasama membereskan rumah dan memasak makanan kami. Kami berfikir, saat itu kami tidak memerlukan
bantuan seorang asisten rumah tangga. Namun, entahlah setelah hamil, saya
merasa cepat lelah, dan selalu merasa mual, terlebih kalau sudah mencium bau
kamar mandi. Pada saat itulah, ibu saya
mengirimkan seorang asisten rumah tangga untuk menemani saya yang sedang
mengalami ‘morning sickness’.
Banyak hal yang saya sendiri pun tak mengerti dengan yang
terjadi pada tubuh saya.
a.
Biasanya saya dengan
cepat menyelesaikan menyapu dan mengepel rumah kami yang mungil, sekarang tidak
bisa, karena rasa lemah, mual, dan pusing yang dirasa.
b.
Biasanya saya suka
dengan masakan Minang yang mengandung banyak bumbu, sekarang tidak bisa. Saya hanya bisa memakan masakan yang bumbunya
hanya bawang merah, bawang putih, atau bawang bombay yang digoreng.
c.
Biasanya saya suka
makan bakso, tetapi sekarang mual sekali mencium harum bakso yang menguar dari
pedagang bakso yang keliling dekat rumah.
d.
Biasanya saya tidak
masalah, bila terkena hembusan angin di udara terbuka, sekarang tidak
lagi. Hal ini akan membuat mual, dan
diikuti dengan muntah-muntah, sampai tak ada yang tersisa untuk di keluarkan
lagi. Wow, rasanya menakjubkan sekali!
Karena saya tak bisa terkena angin, maka jendela-jendela rumah
pun dikunci, tak terbayang ‘kan gerah
dan panasnya di rumah yang mungil ini?
Sedangkan suami pun tak diperbolehkan untuk berkipas di hadapan
saya. Alhamdulillah suami sangat sabar
menghadapi ini dan memiliki hati yang luas menghadapi permintaan-permintaan
saya yang tak biasa.
e.
Tak bisa terkena hembusan
kipas angin dan AC (Air Conditioner). Satu hal lagi yang agak merepotkan saya,
tidak bisa terkena hembusan kipas angin maupun AC, perut saya bisa jadi mual
dan kepala saya jadi pusing. Karena di
rumah cuma ada kipas angin, jadi saya cukup menghindar dari kipas angin, dampaknya
saya harus berganti baju sampai 4 kali kalau di rumah, karena lepek!
f.
Yang agak repot,
ketika harus bekerja di kantor, semua ruangannya ber-AC! Wah, terpaksa saya cari meja yang agak kurang
terkena hembusan AC. Di satu pihak, saya
senang mengandung calon anak pertama, di lain pihak, mengalami kerepotan dengan
gejala-gejala yang tak biasa saya rasakan.
Bagaimanapun bersyukur Alhamdulillah Allah telah mempercayakan saya
untuk mengandung seorang bayi, Aamiin.
Sebagai dampaknya, saya pun sering absen mendadak, hal yang tak
pernah saya lakukan ketika sebelum menikah.
Misalnya, ketika naik metrominimetromini menuju tempat bekerja, saya terkena hembusan angin menjadi
mual yang agak hebat, maka segera balik kanan pulang ke rumah kembali.
g.
Tidak tahan dengan
harum parfum dan harum kopi. Nah, yang
ini terkait langsung dengan suami!
Biasanya jika ingin pergi bekerja, suami akan mencium di kening, setelah
membubuhkan dirinya dengan parfum, serta minum kopi.
Harum kopi yang menguar, akan menyebabkan saya berteriak, tutup
kopinya! Karena mendadak perut saya mual
menciumnya. Suami, saya larang mencium,
jika sudah membubuhkan parfum ke dirinya!
Maka, ia mencium saya, sebelum menggunakan parfum. Hmmm…perlu kesabaran seorang suami, bukan?
2. Cuti
di luar tanggungan pada saat usia kehamilan 3-4 bulan
Rasa mual, sakit kepala, semakin menghebat pada usia kehamilan 3
dan 4 bulan, sehingga saya menyerah, dan mengajukan cuti di luar tanggungan
(cuti, tetapi tidak digaji oleh perusahaan).
Pada saat itu, saya benar-benar tidak dapat terkena angin atau pun AC,
jadi hanya diam di rumah saja. Alhamdulillah
ada asisten rumah tangga yang menemani, sehingga asupan makanan tetap terjaga,
walau kembali dikeluarkan lagi karena rasa mual yang mendera.
3. Mendengarkan
alunan ayat Al Qur’an dan melatunkan zikir
Setiap pulang bekerja dan setelah membersihkan diri, maka suami dan saya akan mendengarkan lantunan ayat suci Al Qur’an, tentunya setelah
mendirikan shalat Maghrib. Suami
menuntun untuk berzikir, membaca ayat kursi, dan lain-lain, di saat-saat seperti
itu rasa mual dan sakit kepala berkurang.
Saya merasa agak tenang (ternyata hal ini baru saya sadari, ketika
menuliskan pengalaman tersebut kembali).
4. Membaca
ayat-ayat Al Qur’an
Pada saat siang hari, kadang-kadang saya membaca ayat-ayat AlQur’an di tengah rasa lemas dan mual yang mendera. Hal yang baru saya ketahui di kemudian hari,
kebiasaan membaca dan menghafal Al Qur’an seorang ibu yang sedang hamil, akan
mempengaruhi dalam membentuk anak menjadi Hafizh/Hafishah Al Qur-an (penghafal
Al Qur’an).
1 Comments
Perjuangan seorang ibu yang luar biasa. Tapi setelah bayi lahir, terbayar sudah segalanya, lupa masa2 berat itu saking senengnya.
ReplyDelete