STOVIA dan Cikal Bakal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

STOVIA (School Tot Opleiding Van Inlandsche Arsten/Sekolah Kedokteran Bumi Putera) memiliki sejarah panjang sebagai cikal bakal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.  Keberadaan sekolah kedokteran di Indonesia dimulai dari lingkungan Rumah Sakit Militer Weltevreden (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat/RSPAD), kemudian pindah ke gedung khusus di Hospitaalweg, yaitu STOVIA/Museum Kebangkitan Nasional, dan terakhir pindah ke jalan Salemba, yaitu di gedung Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sekarang.

Alat Pemech Tengkorak Kepala (dok.pri)

STOVIA dan Sejarah Sekolah Kedokteran Indonesia

Sejarah Sekolah Kedokteran di Indonesia berawal dari mewabahnya penyakit menular (tipes, kolera, disentri, dan lain-lain di Keresidenan Banyumas dan Purwokerto pada tahun 1847.   

Sekolah Dasar Jawa

Sekolah Dasar Jawa (dok.pri)
Kursus Mantri Cacar didirikan di bawah naungan Dinas Kesehatan Militer Pemerintahan Kolonial Belanda.  Kursus ini bertujuan mendidik tenaga kesehatan yang dapat mendiognosis dan mengobati penyakit yang banyak ditemui di masyarakat.  Hal ini dipicu dari mewabahnya penyakit menular di Keresidenan Banyumas tahun 1847 dan pemerintah kolonial Belanda sedang menggiakan vaksinasi cacar.

Pada tanggal 9 November 1847 pemerintah kolonial Belanda merekrut pemuda-pemuda Jawa untuk tergabung dalam korps kesehatan yang akan mengobati dan memberikan vaksin cacar kepada masyarakat.

Pelatatan Keokteran Umum )dok.pri)
Hal ini didukung dengan terbitnya Surat Keputusan tanggal 2 Januari 1849 tentang Pendidikan Penyuluhan Kesehatan di Rumah Sakit Militer Weltevreeden/RSPAD Gatot Soebroto. Sehingga berdasarkan keputusan ini berdirilah Kursus Juru Kesehatan pada tahun 1851 yang disebut Sekolah Dasar Jawa dengan gelar lulusannya adalah Dokter Jawa dan direktur pertamanya adalah dr. P. Bleeker..

Sekolah ini dimulai dengan masa pendidikan selama 2 tahun, kemudian meningkat menjadi 4 tahun, dan berubah lagi menjadi 7 tahun.  Pada tahun 1875 jumlah murid sekolah ini meningkat dari 12 orang pada tahun 1851 menjadi 100 orang dan dari asal murid hanya dari Jawa menjadi bertambah dari beberapa daerah lain, seperti Minangkabau (Sumatera) dan Minahasa (Sulawesi).

STOVIA

Dr. H,F Roll, Bapak STOVIA (dok.pri)
Pada 1 Maret 1902 gedung Sekolah Dasar Jawa pindah dari Rumah Sakit Militer Weltevreden ke gedung STOVIA/Museum Kebangkitan Nasional dengan pimpinannya adalah dr. H.F Roll.  Direktur pertama ini disebut juga Bapak STOVIA. H.F Roll menyempurnakan kurikulum pendidikan STOVIA beserta kelengkapan pendidikannya.

Kelengkapan Asrama STOVIA (dok.pri)
Selama menjalani pendidikan di di STOVIA/Sekolah kedokteran Bumiputera, para pelajar diharuskan tinggal di asrama yang menerapkan disiplin dan tanggung jawab yang ketat.

Pada tahun 1909, STOVIA meluluskan muridnya dengan gelar Inlandsche Arts (Dokter Bumiputera).  Para dokter ini berhak berhak mempraktekkan ilmu kedokteran, termasuk kebidanan.  Dengan semakin meningkatnya jumlah pelajar STOVIA, maka diperlukan gedung baru untuk tempat pendidikan dan praktek mereka.

Rumah Sakit Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting 

Rumah Sakit Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting (dok.pri)
Pada tahun 1919 berdiri Rumah Sakit Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting yang dipimpin oleh dr. Hullskof.  Rumah sakit ini memiliki sarana dan prasarana yang lengkap dan modern.  Disinilah seluruh kegiatan pendidikan STOVIA secara resmi mulai tanggal 5 Juli 1920 dan disini juga merupakan cikal bakal gedung Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Demikianlah sejarah STOVIA yang merupakan cikal bakal dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan keterkaitannya dengan Museum Kebangkitan Naional yang merupakan cagar budaya Indonesia.  Friends, adakah sejarah yang terkait dengan cagar budaya di daerah kalian? Silahkan isi di kolom komentar ya.....






Post a Comment

1 Comments